Apakah boleh menggunakan photoshop untuk fotojurnalistik???
Tentu saja kita sudah tidak asing dengan aplikasi photoshop, aplikasi edit foto ini sering menjadi perdebatan dalam diskusi-diskusi oleh fotografer dan klub-klub fotografi mahasiswa. Mungkin hanya orang yang berpikiran sempitlahlah yang berpendapat bahwa retouching dengan photoshop pada fotojurnalistik dilarang. Di jaman sekarang , justtru penguasaan photoshop adalah syarat wajib bagi jurnalis foto.
misalkan saja, seorang jurnalis foto memotret di dalam ruangan lupa untuk menaikkan ISO hingga foto yang dihasilkan cenderung gelap. Apa foto yang gelap tersebut tidak boleh dibuat lebih terang untuk memudahkan para pembaca agar memahami pesan yang hendak disampaikan? Sebenarnya prinsipnya sama bukan, menaikkan brightness di komputer dengan mengubah ISO pada kamera? yang penting isi gambar tidak berubah.
Reuters membuat batasan boleh dan tidaknya dalam menggunakan photoshop :
Dibolehkan :
- Cropping
- Penyesuaian level ke batas histogram
- Penajaman hingga 300%
- Penggunaan Burn tool dengan halus
- Eye droppee untuk mengecek/set abu-abu
- Penggunaan Lasso tool dengan cermat
- Penggunaan highlight dan shadow
Tidak Dibolehkan :
- Penambahan atau penghapusan dalam gambar
- airbrush brush, paint
- Penajaman dengan selektif area
- Membuat terang/menggelapkan secara berlebihan
- mengubah colour tone berlebihan
- Auto Levels
- Blurring
- Quick Mask
- Erase tool
- Cloning dan healing tool (kecuali dust)
- Penajaman in-camera
- Saturasi in-camera
Fotojurnalistik adalah sebuah sajian visual sehingga nilai estetika dan keindahan grafis adalah nilai tambah sebuah gambar. Dengan photoshop, jurnalis foto memungkinkan untuk melakukan retouching dalam batas yang realistis seperti melakukan cropping dan adjusment dasar (kontras, kecerahan). Olah digital adalah tool tambahan untuk membuat pesan dalam foto menjadi lebih sederhana. Proses editing bukanlah satu-satunya alasan terjadinya manipulasi foto, tanpa retouching pun manipulasi bisa dilakukan dengan merekayasa peristiwa yang sesungguhnya atau mengadakan sebuah peristiwa palsu. Kejujuran sebuah fotojurnalistik pada akhirnya kembali kepada hati nurani jurnalis.
FOTOJURNALISTIK dalam dimensi utuh by Taufan Wijaya
Komentar
Posting Komentar