Satu hal yang menjadi kelemahanku, aku tidak pernah bisa
membendung air mata jika sudah menyinggung tentang perasaan. Sore itu, aku
bertemu dengannya lagi setelah sekian lama menahan rinduku. Aku menangis sedalam-dalamnya
tanpa suara, mungkin sakit yang tertahan ini tidak tahu bagaimana meluapkannya.
Aku menggerutu tentang semua isi batinku, ku tumpahkan semua kesakitanku selama
ini.
“aku masih nyoba, aku nyoba buat jadi apa yang kamu mau.
Tapi aku gak bisa sepenuhnya tanpa kamu, aku masih harus belajar” ujarku
terisak.
Dia diam memperhatikanku, diraihnya tanganku untuk di
genggamnya. Seketika hangat merajai seluruh tubuhku, “Dia selalu bisa membuatku
tenang”.
Aku lemah, Kubiarkan tanganku tenang digenggamannya. Air
mataku mulai mereda, namun masih saja aku tidak berani menatapnya. Hanya
sesekali, lalu menunduk lagi. Dia menatapku seksama, seperti sangat paham
tentang sakitku.
“Bisakah kita jalani ini dengan porsi kita masing-masing”
genggaman tangannya terasa semakin erat.
“Aku sayang kamu, tapi inilah aku… aku tidak bisa sepenuhnya
berubah jadi yang kamu mau. Kamupun begitu, gak mungkin aku maksa kamu buat
jadi seperti yang aku mau. Bisakah kita jalan dengan porsi kita masing-masing?”
Mungkin ini arti dari “porsi kita masing-masing”, aku yang
selalu merindukannya dan dia yang selalu mengabaikan yang merindukannya.
Bukankah aku dan Dia hebat mampu bertahan sejauh ini?
untuk pria yang namanya
selalu ku tunggu dilayar telpon genggamku,
seperti yang kamu bilang,“cinta
terkadang gak harus dikemas secara manis”kan?
Komentar
Posting Komentar