Seminggu sudah bulan syahdu itu berlalu, masih hangat dalam
benakku bagaimana untuk pertama kali rintik hujan jatuh mengenai kepalaku.
Masih seperti tahun sebelumnya, Desember membuatku sering merenung. Beberapa
kenangan yang masih pekat berlari-lari kecil dalam ingatan, seakan ingin
menunnjukkan eksistensinya dalam kejadian mahadahsyat sepanjang tahun ini.
Terimakasih dan rasa syukur tertinggi aku haturkan kepada
pemilik semesta alam, tak kuasa aku melawan takdirmu, meski hari yang ku lalui
kadang tertalu membuatku kepayahan. Satu tahun kesempatan ini amat berarti,
setidaknya ini yang ingin aku tulis dalam lembar kali ini. Dalam konteks nyata, aku belum pernah menguji adrenalinku
dalam suatu wahana permainan roller coaster, tetapi aku sering menggunakannya
sebagai pemaknaan perjalanan hidupku. Aku
ingat saat-saat tertawa seakan menyentuh langit, tapi dengan sekejap keadaan
terbalik, aku menjerit ketika terhempas ke bawah. Tapi di penguhujung Desember ini, aku
mengingat semua, dengan senyuman tersungging mantap di wajah.
Ada saat terlemah diri manusia pasrah akan keadaan,
tersungkur sedalam-dalamnya seakan tidak kuasa untuk bangkit. Tapi aku tau,
ternyata tidak selamanya kita dibiarkan jatuh, bahkan saat kita masih kesakitan
karna tersungkur, satu sisi jiwa kita sedang melawan. Jiwa memiliki dua cermin, setidaknya itu yang
terjadi dalam jiwaku. Mungkin tak terhitung berapa kali jiwa ini merajam, tapi
dia selalu tau bagaimana cara bangkit dan berjalan perlahan seakan tiada cacat
di dalamnya.
Tuhan, maafkan aku.. entah tergolong dalam hamba macam aku
ini. Aku terlalu sering mengeluh dalam hati, kerap aku menganggap dunia tak
pernah adil terhadapku, padahal aku sendiri tak pernah adil terhadapMu. Dan
atas nafas yang kau berikan sampai detik ini? Mungkinkah ini berarti jika aku
masih harus memperbaiki semua yang seharusnya tak ku perbuat? Terimakasih
orang-orang terdekat yang kusebut keluarga ini hingga detik ini masih bisa ku
jumpai, meskipun dengan keadaan yang tidak seperti kuharapkan, atau bahkan
siapa saja mungkin tidak ada yang berharap dengan keadaan seperti ini. Aku
tidak pernah sedikitpun menganggap ini kekurangan, bagiku ini kelebihan.
Bagiku, aku adalah satu dari sekian banyak orang yang terpilih yang dianggap
mampu melewatinya.
Dan untuk anugrah hati yang telah engkau berikan, Maafkan
aku Tuhan, tahun ini aku masih gagal. Tahun ini yang bertahun tahun aku simpan
ternyata tidak menjadikan diriku sebagai pilihan. Lantas aku harus bagaimana? aku
tak mau berlari mengejarnya, kubiarkan dia berlalu. Walaupun terkadang dalam
hati masih gusar, jika setulus ini saja masih gagal lantas harus bagaimana
lagi? Atau mungkin bagiMu ini masih belum tulus? Entah… yang jelas aku
melepaskannya. Lagi –lagi aku menganggap semua ini terjadi karena Engkau
percaya hambaMu ini kuat.
Dan yang menghilang selalu dengan ajaib Kau berikan
penggantinya, meskipun bukan tentang hati, tapi ini tentang asa, kerja keras,
semangat, dan Doa. Alhamdulillah di penghujung Desember ini studi strata satu
yang aku jalankan selama 3,5 tahun ini akhirnya lulus, tentunya bukan hanya aku
tapi juga teman-teman terhebatku. Seolah ini jadi hadiah manis dipenghujung
tahun.
Dan saat hati mulai meremang terbayang perjalanan hidup ke
depan, saat itu pula renungan harus diresapi. Seperti kutipan dalam film
Raditya Dika yang berjudul SINGLE, jika kita ingin memulai yang baru kita harus
menutup lembar yang lama. Dengan demikan dengan penuh rasa syukur atas yang
sudah terjadi selama ini, Saya ingin melanjutkan ini semua selama nafas masih
diberikan. Teruntuk pahit manis hidup, tetap ajariku untuk hidup. Sampai detik
ini, aku masih percaya Takdir Tuhan itu indah. Aku hanya perlu menghidupi
hidupku..
“love your fate, celebrate your life”
Komentar
Posting Komentar